Wapres: Pemda Jangan Persulit Izin Pengusaha Pemula

BANDUNG, KOMPAS.com - Wakil Presiden Boediono mengatakan jumlah pengusaha berkualitas di Indonesia masih terlalu sedikit. Menurutnya penciptaan pengusaha baru masih bersifat sporadis dan belum sistematis. "Yang sistematis memang harus dikembangkan bersama-sama. Sumber dari wirausaha itu dari mana, dari para mahasiswa, juga siswa SMA. Mulai dari pembentukan sikap, kiat-kiat dasar bagi wirausahawan yang akan berhasil," Boediono dalam sambutannya di acara HUT ke-39 Hipmi dan deklarasi Hipmi Perguruan Tinggi di Gedung Merdeka, Bandung, Rabu (15/6/2011).

Pemerintah, menurutnya, akan mendorong semua kegiatan yang berkaitan menumbuhkan wirausaha baru di Indonesia. Karena itu ia meminta seluruh pemerintah daerah (Pemda) agar tidak mempersulit izin usaha bagi pengusaha pemula.

Menurut Wapres, merupakan tugas pemerintah untuk mendukung program yang sistematis, bagi mereka yang baru memulai usaha. “Masalah perizinan, apakah biayanya. Untuk meringankan, saya juga menghimbau kepada bapak gubernur," ujarnya.

Boediono mengatakan, pemerintah akan memasukan kurikulum wirausaha ke seluruh kurikulum di Perguruan Tinggi. "Saya minta kepada mendiknas untuk dikembangkan di semua universitas," ucap Wapres.

Ia juga menegaskan peranan pengusaha yang sudah mapan untuk membantu para pengusaha baru termasuk mahasiswa. Wapres mengajak para pengusaha mapan untuk memberikan asistensi dan pembimbingan kepada pengusaha-pengusaha pemula, utamanya mahasiswa."Kepada pengusaha yang sudah mapan saya himbau untuk mengulurkan tangan. Rasa kewajiban bagi yang mapan untuk darmawan tidak harus dalam bentuk uang tunai. Tapi sesuatu yang berharga (mentoring)," kata Wapres.

Kurang Dari Satu Juta

Sementara itu, Ketua Umum BPP Hipmi Erwin Aksa mengaku, jika dibandingkan dengan jumlah populasi nasional, Indonesia masih kekurangan jumlah wirausaha. “Bahkan ada angka yang menyebutkan bahwa jumlah entrepreneur yang berkualitas di Indonesia kurang dari satu juta orang dari total penduduk. Jumlah yang terlalu sedikit untuk sebuah negara dengan penduduk 250 juta jiwa,” ungkap Erwin dalam siaran pers Hipmi.

Dia mengatakan, persepsi publik akan profesi seorang wirausaha belum tepat. “Banyak pandangan yang muncul bahwa seorang yang berpendidikan selayaknya menjadi pegawai atau karyawan di pemerintahan atau perusahaan. Pandangan ini harus dirubah, oleh sebab itu gerakan HIPMI-Perguruan Tinggi ini harus menjadi langkah awal mengubah pemahaman ini,” ujar Erwin.