"Kami rugi elpiji setiap tahun. Sekarang ini Rp 1 triliun baru tiga bulan. Tahun lalu kerugian kami (Pertamina) karena jual elpiji sebesar Rp 3,2 triliun," ujar Vice President Communication Pertamina Moch Harun, Selasa (24/5/2011).
Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Djaelani Sutomo mengatakan, kerugian dari penjualan elpiji kemasan 12 kg dan 50 kg tersebut karena ada peningkatan biaya produksi elpiji yang berbanding terbalik dengan harga jual.
Apalagi, penjualan elpiji 3 kg tidak terlalu menggembirakan. Berdasarkan data dari Pertamina, selama tahun 2011, target penjualan elpiji 3 kg Pertamina mencapai 3,552 metrik ton (MT). Pada kuartal I-2011, BUMN migas itu mengharapkan mampu menjual elpiji 3 kg sebesar 768.852 MT.
Namun, realisasi penjualan elpiji 3 kg pada kuartal I-2011 tersebut sebesar 735.117 MT atau meleset sekitar 21 persen. Sementara untuk penjualan elpiji 12 kg dan 50 kg, pada tahun 2011 ditargetkan mencapai 0,90 metrik ton.
Pada kuartal I-2011, Pertamina mematok target mampu menjual elpiji 12 kg dan 50 kg sebesar 0,23 MT. Realisasinya, Pertamina menjual sebanyak 0,29 MT. "Untuk elpiji, kami targetkan untung Rp 1,3 triliun, tetapi belum tercapai karena konversi belum selesai, harga elpiji dan biaya operasi juga meningkat," kata Djaelani.
Meski menderita kerugian, perusahaan migas pelat merah itu belum berani menaikkan harga elpiji 12 kg dan 50 kg. Selain itu, Pertamina khawatir, apabila harga elpiji 12 kg dan 50 kg dinaikkan, akan memicu tindakan pengoplosan. Sebab, jika dinaikkan, disparitas harga antara elpiji 3 kg dengan elpiji 12 kg dan 50 kg semakin besar.
Menurut Harun, kenaikan harga elpiji 12 kg dan 50 kg adalah kewenangan Pertamina. Jika ini terus berlangsung, tambah Harun, Pertamina bakal merugi hingga Rp 4 triliun pada tahun ini.
Saat ini harga keekonomian untuk elpiji sebenarnya mencapai Rp 8.000 per kg. Sementara yang dijual kepada masyarakat berada di kisaran Rp 5.000 per kg, tidak berbeda jauh dengan harga elpiji subsidi.
Oleh karena itu, Pertamina berharap pemerintah dapat membantu kondisi yang tengah dialami korporasi dengan cara menyerap keuntungan yang didapatkan pemerintah atas keberhasilan program konversi minyak tanah ke gas yang meraup keuntungan sebanyak Rp 25 triliun. (Fitri Nur Arifeni/Kontan)