PEKANBARU, KOMPAS.com - Realisasi penerimaan sumber daya alam yang harusnya dihimpun dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) masih tercecer atau tidak terhimpun maksimal, meskipun reformasi perpajakan telah dilakukan.
Atas dasar itu, reformasi juga perlu dilakukan dalam penghimpunan PNBP hasil tambang, eksploitasi minyak dan gas.
Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa, mengungkapkan itu di Pekanbaru, Riau, Selasa (19/7/2011), saat membuka Rapat Pleno XV Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI).
Menurut Hatta, setiap sumber penerimaan negara harus dioptimalkan karena Indonesia membutuhkan pembiayaan pembangunan infrastruktur yang sangat besar, yakni sekitar Rp 4.000 triliun hingga tahun 2014. Kebutuhan itu tidak akan tertutupi, karena anggaran belanja pemerintah pusat hanya Rp 755 triliun.
"Waktu Pak Darmin (Darmin Nasution) masih Direktur Jenderal Pajak, beliau sukses dengan reformasi pajaknya. Tetapi jangan lupa dengan PNBP. Banyak sumber penerimaan negara tercecer, royalti misalnya, ada yang hanya 0,02 persen maksimal satu persen. Maksimalkan penerimaan negara dari penerimaan non pajak. Ini yang disorot," katanya.
Atas dasar itu, Hatta meminta ISEI memikirkan cara, agar dana yang dimiliki badan-badan usaha milik negara (BUMN) dapat dialirkan untuk pembiayaan infrastruktur. Itu perlu dilakukan, karena aset seluruh BUMN setara 35 persen Produk Domestik Bruto (PDB) yang sudah melampaui Rp 7.000 triliun.
"Selain itu, Operational Expenditure (belanja operasional) BUMN mencapai Rp 1.000 triliun. Kalau 10 persen saja disisihkan, itu artinya ada Rp 100 triliun yang bisa digunakan untuk membangun banyak infrastruktur," kata Hatta.