KOMPAS.com - Nyeri dada yang berat sering menjadi alasan banyak orang untuk datang ke unit gawat darurat karena khawatir itu merupakan gejala serangan jantung. Padahal, nyeri dada yang parah tidak selalu berarti serangan jantung ataumycocardial infarction.
Kendati demikian, nyeri dada yang ringan jangan pula diabaikan karena ternyata hal itu juga bisa menjadi penanda adanya masalah pada jantung.
"Jika nyeri dada terasa tak terlalu berat itu, hal itu juga tidak berarti bukan serangan jantung," kata Dr. Anna Marie Chang, peneliti dan juga dokter di bagian unit gawat darurat (UGD) Rumah Sakit Universitas Pennsylvania.
Ia melakukan penelitian terhadap 3.300 pasien yang datang ke UGD. Menggunakan skala 0-10, dengan 0 mendeskripsikan tidak ada sakit dan 10 sebagai sangat sakit, Chang dan timnya lalu mengamati kesehatan pasien selama 30 hari untuk mengetahui apakah ada kejadian terkait penyakit jantung.
Pasien yang menderita nyeri dada parah ternyata tidak menderita serangan jantung atau mengalaminya dalam satu bulan ke depan dibanding pasien yang nyerinya lebih ringan. Nyeri yang tetap dirasakan hingga satu jam juga bukan indikator serangan jantung.
Nyeri dada memang harus diwaspadai. Nyeri merupakan alarm adanya gangguan kesehatan serius, misalnya tukak lambung atau adanya robekan di aorta yang merupakan pembuluh utama pada jantung.
"Penyebab nyeri dada mungkin bukan serangan jantung tapi bisa menjadi sesuatu yang serius," kata Dr. James Feldman, dokter di bagian UGD Boston Medical Center.
Gejala serangan jantung klasik meliputi nyeri di dada atau rasa tertekan, tetapi gejala lainnya adalah sesak napas, mual, muntah, dan pingsan. Selain itu nyeri akibat serangan jantung tidak selalu ada di bagian dada.
"Nyeri bisa timbul di bagian dada, lengan, rahang, punggung atau perut dan bisa berbeda-beda pada setiap pasien," kata Dr.Rajiv Gulati, ahli kardiologi dari Mayo Clinic.
Walau hasil penelitian Chang tidak menunjukkan nyeri dada merupakan gejala serangan jantung namun nyeri dada yang tidak bisa dipahami bisa menjadi gejala serius. "Pertolongan pertama bisa menyelamatkan nyawa," kata Gulati.