Ekspor minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) di Kalimantan Selatan terus melonjak, pengaruh dari kenaikan harga minyak dunia dan juga mulai produksinya kebun sawit lima tahunan.
Kepala Bidang Perdagangan Luar Negeri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pemprov Kalsel Gusti Yasni Iqbal di Banjarmasin, Selasa mengatakan, pada tahun ini beberapa perkebunan sawit yang tanam pada lima tahun lalu mulai berproduksi.
Hal tersebut diyakini mampu mendongkrak produksi sawit Kalsel hingga berkali-kali lipat dibanding tahun-tahun sebelumnya. Kondisi tersebut, juga didukung oleh terus membaiknya harga minyak dunia, sehingga berpengaruh pada kenaikan nilai ekspor sawit.
Menurut Iqbal, volume ekspor sawit pada Januari hingga Juni 2011 telah mencapai 382,3 ribu ton, naik 33,68 persen dibanding produksi periode yang sama 2010 periode 286 ribu ton.
Kenaikan volume tersebut berpengaruh besar terhadap kenaikan nilai ekspor yang mencatat pada pertumbuhan hingga 127 persen lebih dari sebelumnya hanya 190,4 ribu dolar AS menjadi 432,4 ribu dolar AS.
"Pertumbuhan tersebut cukup menggembirakan, dan diperkirakan pada beberapa bulan ke depan akan jauh lebih tinggi," katanya.
Menurut dia, kendati ekspor sawit masih jauh dibanding sektor batu bara, ke depan dengan semakin banyaknya industri minyak sawit yang bakal berkembang di daerah ini, perlahan tapi pasti akan mampu menggeser ekspor sektor pertambangan.
Volume ekspor tambang batu bara asal Kalsel pada Januari hingga Juni mencapai 48,2 juta ton atau naik 7,36 persen dibanding 2010 sekitar 44,9 juta ton.
Sedangkan nilai ekspor batu bara mencapai 3,8 miliar dolar AS naik 50,75 persen dibanding sebelumnya 2,5 miliar dolar AS.
Kepala Dinas Perkebunan Kalsel, Haryono mengatakan, di Kalsel kini terjadi peningkatan produksi sawit yang cukup signifikan. Sayangnya potensi tersebut belum didukung dengan industri pengelolaan yang cukup, sehingga sampai saat ini Kalimantan baru sebatas daerah pengekspor bahan baku minyak sawit bukan barang jadi.
Dengan demikian belum mampu memberikan nilai tambah yang besar bagi petani dan masyarakat. Ke depan pemerintah pusat dan daerah harus benar-benar memikirkan adanya investasi industri pengolahan, baik itu minyak goreng maupun industri lainnya.
"Bila kita masih bertahan dengan ekspor bahan mentah, tidak akan banyak memberikan peningkatan kepada masyarakat," katanya.
Saat ini di Kalsel baru ada 18 perusahaan pengelolaan CPO sebagai bahan baku minyak goreng dan bahan biogas lainnya. Sedangkan untuk industri bahan jadi, seperti minyak goreng, baru ada dua perusahaan, di mana salah satu diantaranya sejak beberapa tahun lalu tidak bisa beroperasi, karena lahan perusahaan seluas dua hektare masuk dalam kawasan hutan lindung./B
Sumber: