Komisi VIII DPR ngotot kunjungi Australia di masa liburan ( by. Deny Hamdani/ dehamdani@gmail.com)

KUNJUNGAN KERJA KOMISI VIII KE AUSTRALIA
Komisi VIII DPR ngotot kunjungi Australia di masa liburan



JAKARTA. Wakil Ketua DPR RI yang membawahi Bidang Kesra, Taufik Kurniawan,
menyatakan jika Kunjungan Kerja Komisi VIII ke Australia tidak harus
mengunjungi parlemen Australia.

Seperti yang kita ketahui sebelumnya Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di
Australia mengirimkan surat terbuka yang ditujukan kepada Ketua Delegasi
kunjungan kerja Komisi VIII ke Australia Abdul Kadir Karding agar
mengundurkan jadwal Kunjungan Kerja yang dilaksanakan hari Rabu, (26/4)
sampai hari Senin(2/5). Hal tersebut dilakukan PPI Australia karena Parlemen
Australia serta Parlemen Negara Bagian NSW dan Victoria tengah libur Paskah.

"Kunjungan kerja itu tidak serta merta harus mengunjungi parlemen. Bisa
saja *on the spot* ke kementeriannya. Kunjungan kerja itu tidak harus
tertuju ke parlemen," ujar Taufik ketika dihubungi wartawan, Selasa sore
(26/4).

Tapi, Taufik pun menegaskan jika dirinya akan melakukan cek kembali agenda
utama kunjungan kerja Komisi VIII. "Akan di cek kembali apakah dalam agenda
utamanya ke Australia ada kunjungan kerja ke parlemen di sana," imbuhnya.

Sekjen PAN itu pun mengungkap mereka sudah mempertimbangkan dengan panjang
tempat tujuan yang akan dituju Komisi VIII ini. Sebelumnya telah melalui
rapat internal komisi, kemudian dikomunikasikan juga dengan Duta Besar
negara tujuan tentang rencana kunjungan kerja Komisi VIII tersebut.
"Menghubungi staf kedutaan di Australia dan tempat-tempat tujuan itu juga
disesuaikan dengan waktu dan tujuan kunjungan," tegasnya.

PPI Australia melihat kunjungan Komisi VIII ini sebenarnya lebih condong
sebagai kunjungan wisata karena ada beberapa anggota dewan yang membawa
istri dan anaknya ke negara tersebut, “Iitu dikembalikan kepada kebijakan
fraksi di DPR RI,” tutur Taufik.

Lagi pula menurutnya, misalkan ada anggota yang bawa keluarga, biasanya
dengan biaya sendiri. "Tiket ditanggung sendiri, tapi diharapkan sih tidak
membawa keluarga karena akan cukup mengganggu proses kunjungan dan
persiapan-persiapan. Tetapi kita kembalikan ke kebijakan fraksi," tambahnya.

Namun ia menegaskan Fraksi PAN sendiri tidak memperbolehkan anggota PAN
mengajak keluarga dalam Kunjungan Kerjanya. "Itu arahan Ketua Umum. Walaupun
itu tidak dari APBN. Tapi akan mengganggu optimalisasi dan sedikit banyak
membebani tugas staf kedutaan. Yang jelas, saya pastikan keluarga tidak
dibiayai DPR," kata Taufik.


Sekadar informasi, dari Senin lalu (26/4) para wartawan kesulitan
menghubungi Komisi VIII guna mengonfirmasi perjalanan Kunjungan Kerja Komisi
VIII DPR RI. Mendadak saja telepon para wakil rakyat ini tidak diangkat,
diputus tiba-tiba saat konfirmasi, atau no handphone para anggota Komisi
VIII yang dituju tidak aktif.

Diskusi Publik Tanggungjawab Sosial Perusahaan

Forum Kordinasi Lembaga Swadaya Masyarakat Tabalong mengadakan Diskusi Publik Tanggungjawab Sosial Perusahaan yang bertempat di Gedung Informasi Kabupaten Tabalong pada Kamis, tanggal 18 April 2011 dan Jam 09.00 s/d 14.00 WITA.

Bapak Yuzan Noor mewakili Bapak Bupati Tabalong member sambutan dan membuka pelaksanaan diskusi Publik. Bapak Bupati sangat responsive terhadap kegiatan tersebut namun karena sesuatu lain hal dan berada diluar daerah maka diwakilkan dengan Asisten 1.

Bapak Drs. Mahdi Noor, M.Si KaBag. Ekonomi dan Pembangunan Kabupaten Tabalong dalam persentasi berjudul Membangun Dan Meningkatkan Efektivitas CSR Perusahaan Dalam Konstribusinya Pada Pembangunna Daerah.

Bapak Abdurahman memaparkan tentang Corporate Social Responsibility (CSR) Perkebunan, PT. adaro Indonesia di Kabupaten Tabalong. Dasar CSR UU No. 40/2007, No 4/2009 dam ISO 26000 (Pengembangan Masyarakat, Tanggungjawab konsumen, Lingkungan, Hak asasi manusia, Tenaga Kerja, Instutusi Sehat dan Pemerintahan) atau 3 P (Profit, Planet dan People)

Pengembangan harapan CSR adaro antara lain Ekonomi, Pendidikan , Kesehatan dan Sosialbudaya. Mengharapakan Kemandirian melingkupi Ekonomi, Propesional dan Lingkungan Lestri

Tim Perumus atau Penyusunan Program CSR/tim perumus CSR kabupaten Tabalong
- Penasehat Bupati, Wakil Bupati dan Ketua DPRD
- Ketua Sekda Tabalong
- Wakil Ketua : Ketua Bappeda
- Anggota dari bidang2 seperti pengembangan harapan CSR

Tujuan TIM supaya tidak tumpang tindih dan melibatkan stokeholder

Ir. Herry Humas PT. Astra Agro Lestari 1 tentang Corporate Social Responsibility (CSR) Perkebunan, PT. Astra Agro Lestari di Kabupaten Tabalong.

CATUR DARMA ASTRA

1. Menjadi milik yang bermanfaat bagi Bangsa dan Negara.
2. Memberikan pelayanan yang terbaik bagi Pelanggan.
3. Saling menghargai dan membina kerjasama
4. Berusaha mencapai yang terbaik.


Visi :Menjadi Perusahaan Agrobisnisyang paling produktif dan saling inovatif di dunia
Misi :Menjadi panutan dan berkontrobusi pada pembangunan dan kesejahteraan bangsa

KEBIJAKAN SOCIAL RESPONSIBILITY
PT. Astra Agro Lestari-1 sebagai perusahaan perkebunan kelapa sawit memahami pentingnya tanggung jawab perusahaan di bidang sosial sebagai akibat yang timbul dari proses bisnis perusahaan. Untuk itu PT. Astra Agro Lestari-1 bertekad untuk :

1. Menerapkan Etika Bisnis dan Etika Kerja sesuai dengan “Catur Dharma” dan “Sapta Budaya Perusahaan” dalam praktek bisnis sehari-hari.
2. Melakukan aktivitas sosial guna menumbuhkan kepercayaan stakeholder.
3. Memberikan penghargaan atas prestasi kerja dan korektif terhadap pelanggaran Peraturan Perusahaan.
4. Mematuhi undang-undang, peraturan pemerintah dan standar persyaratan lainnya.
5. Mendokumentasikan dan mengkomunikasikan Kebijakan Social Responsibility kepada seluruh Stakeholder (shareholder, karyawan, supplier, customer, pemerintah, masyarakat dan lingkungan).


PROGRAM CSR COMMUNITY DEVELOPMENT

1. KESEHATAN (Sunatan Masal, Porgram POSYANDU Desa, Pencegahan Penyakit DBD Desa dan Pembangunan Sarana Kesehatan Masyarakat)
2. PENDIDIKAN (Beasiswa SD/SMP/ SMA, Subsidi Honor Guru dan Sarana Pendidikan)
3. SOSIAL DAN KEAGAMAAN (Sarana dan Prasarana Olah raga, Perawatan rutin jalan dan jembatan Desa, Bantuan pembangunan sarana Ibadah dan Partisipasi Keagamaan.
4. EKONOMI KERAKYATAN (Income Generating Activity dan Kemitraan kontraktor da supplier


Enly Hadianor Dosen Fakultas Ilmu Sosial-Politik Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin
Tentang: Corporate Social Responsibility Esensi, Program dan Akuntabilitas

Manfaat CSR dari sisi perusahaan :

1. Mengurangi resiko dan tuduhan terhadap perlakuan tidak pantas yang diterima perusahaan;
2. Sebagai pelindung dan membantu perusahaan meminimalkan dampak buruk yang diakibatkan suatu krisis;
3. Keterlibatan dan kebanggaan karyawan;
4. CSR yang dilaksanakan secara konsisten akan mampu memperbaiki dan mempererat hubungan antara perusahaan dengan para stakeholdernya;
5. Meningkatnya penjualan seperti yang terungkap dalam riset Roper Search Worldwide, konsumen akan lebih menyukai produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan yang konsisten menjalankan tanggung jawab sosialnya sehingga memiliki reputasi yang baik;
6. Insentif-insentif lainnya seperti insentif pajak dan berbagai perlakuan khusus lainnya.


Ideal Program-program CSR :
1 CD (Community Development);
2 Sumbangan / Charity;
3 Program Kemitraan;
4 Program Bina Lingkungan.

Catatan
Yuzan Noor

1. LSM adalah jembatan, oleh sebab itu harus tahan terhadap situasi dan tak lapuk, berkomitmen membangun daerah dan memberikan saran-pendapat serta kritik membangun untuk masyarakat
2. CSR Perusahaan harus mematuhi etika yang berlaku
3. Dampak sosial lebih dikedepankan dari kepentingan lainya


Mahdi Noor
CSR adalah merupakan suatu komitmen berkelanjutan oleh dunia usaha untuk bertindak etis dan memberikan kontribusi kepada pengembangan ekonomi dari komunitas setempat ataupun masyarakat luas, bersamaan dengan peningkatan taraf hidup pekerjanya beserta seluruh keluarganya

Abdurahman
TIM penyusun Program CSR selektif dalam menerima usulan dan proposal agar tidak tumpang-tindih dengan pembiayaan lain

Enly Hadianor
Peningkatan kapasitas produksi harus menyelesaikan persoalan sebelumnya dan daerah mendapat kapasitas lebih dan Perlu Revolusi pemikiran untuk seluruh masyarakat dan pemegang kebijakan di Tabalong

Masyarakat Tabalong
CSR Perusahaan lebih berhaluan bagaimana nasib masa depan paska pertambangan

KH Rasyidi
Penyusunan Program CSR tidak untuk kepentingan politis

Akmad Hartani
Pesan semua : Jangan teori tapi berbuat

Kades Banyu Tajun
Penyusunan Program CSR lebih kepada dampak yang diperoleh masyarakat

Herman Susilo
LSM Tabalong tidak ada yang terkontaminasi

Ruspandi
Pertamina tidak bisa menjadi pembicara karena para pemegang wewenang sedang tidak ada ditempat

Akhmad Bakhit
Kehadiran Perusahaan memperoleh dampak besar setelah mereka pergi dan Masyarakat harus proaktif

H. Mulyadi
Perlu keterbukaan dana CSR dan penggunaanya

Sunardi
PT. adaro jangan janji saja

Lelen
Perusahaan harus bertanggunjawab terhadap rekrutmen sekitar perusahaan dan Pemerintah serta LSM harus mengentrol/lebih perduli


Tabalong, 28 April 2011

Liberallisasi dalam suatu demokrasi ?

Profesor Thomas Meyer menyatakan bahwa terdapat tiga kekuatan ideologi yang berpengaruh besar dalam pembentukan tatanan politik baik nasional ataupun internasional. Ketiga ideologi tersebut adalah: fundamentalisme, libertarianisme dan demokrasi sosial. Fundamentalisme adalah sebuah ide yang berangkat dari penggunaan keyakinan relijius untuk menciptakan tujuan politik tertentu yang sifatnya tertutup secara politik, sosial dan ideologi. Biasanya sifatnya radikal dan seringkali menghalalkan penggunaan kekerasan. Bagaimanapun juga, fundamentalisme melekat dalam setiap peradaban manusia. Fundamentalisme ini dapat diredam melalui instrumen demokrasi yang menjamin partisipasi seluruh kelompok masyarakat. Berbeda dengan fundamentalisme, libertarianisme dan demokrasi sosial sama-sama berakar pada tradisi liberalisme. Liberalisme ini berkembang dengan pesat pada abad pertengahan sampai dengan abad ke-17. Liberalisme sangat mempercayai pluralitas dan menempatkan individu sebagai aktor utama. Pada abad ke-18 terjadi perpecahan di tubuh liberalisme dan munculah paham libertarianisme dan demokrasi sosial. Perpecahan ini muncul karena adanya perbedaan pendapat mengenai konsep penanganan pasar. Perpecahan semakin membesar pada abad ke-20 berkenaan dengan terjadinya beberapa revolusi dan perang. Libertarianisme berpendapat pasar yang ideal adalah pasar yang bebas tanpa ada intervensi dari pemerintah dan kebebasan atas kepemilikan pribadi. Libertarianisme sangat antipati terhadap konsep power yang terkonsentrasi karena mengacu pada pernyataan Lord Acton bahwa “Power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely”. Pembatasan kekuasaan negara ini juga ditujukan untuk perlindungan hak-hak individu dan warga negara dari tekanan represi pemerintah. Mengenai dasar filosofi pasar bebas, Boaz menyatakan bahwa untuk bertahan dan berkembang individu membutuhkan aktivitas ekonomi.
Pasar bebas merupakan perwujudan dari sistem ekonomi yang menekankan pada kebebasan individu untuk menciptakan kekayaan. Bila diharuskan untuk menyebutkan kriteria public goods, maka libertarianisme hanya mengakui aspek-aspek yang berada di bawah kontrol pemerintah sebagai wujud public goods, yaitu pertahanan nasional, serta hukum dan perangkat regulasi yang berfungsi melindungi hak-hak asasi manusia. Ide libertarianisme ini ditolak oleh demokrasi sosial. Demokrasi sosial berpendapat bahwa perlindungan hak asasi manusia dan sistem demokrasi yang menjamin keterwakilan saja tidak cukup. Pasar yang bebas harus berada di bawah visible hand, yaitu kontrol pemerintah. Kontrol pemerintah ini diperlukan untuk menjamin adanya pemerataan distribusi kebutuhan manusia yang adil. Pasar yang tidak terkontrol dikhawatirkan justru hanya semakin memperkaya individu yang kaya, dan semakin memurukkan kalangan miskin. Kenyataan ini pada akhirnya akan mengalienasi individu dari keterlibatannyadi politik, yang berarti menghambat pelaksanaan dan perlindungan HAM terhadap individu. Untuk memastikan adanya pendistribusian yang merata, demokrasi sosial berpendapat bahwa harus terdapat barang atau jasa yang sifatnya penting yang dengan mudah dapat diperoleh oleh setiap individu. Konsep barang dan jasa ini disebut dengan public goods. Konsep public goods adalah salah satu karakter yang membedakan libertarianisme dengan demokrasi sosial. Libertarianisme menjadi paham yang paling berpengaruh dalam skala nasional ataupun internasional, terutama karena sifatnya yang radikal. Berada di kutub yang berlawanan dengan kutub otoritarianisme membuat libertarianisme menjadi lebih populer dibandingkan demokrasi sosial terutama di masa transisi.
Pendapat ini dapat menimbulkan permasalahan besar, mengingat masyarakat yang otoriter cenderung tidak siap untuk melakukan perubahan radikal yang berdampak pada semakin meningginya pengganguran karena adanya privatisasi dan pasar bebas. Pada awalnya konsep public goods hanya dapat diterapkan pada lingkup nasional atau di dalam negara saja. Arus globalisasi yang menghapuskan batasan antarnegara, telah membuat pasar bebas yang dianut oleh libertarianisme semakin liar. Masyarakat dari negara-negara miskin semakin terpuruk dengan adanya privatisasi, persaingan yang tidak seimbang, dan yang semakin menjauhkan masyarakat dari barang dan jasa (goods) yang mereka perlukan untuk hidup. Perkembangan menunjuk ke suatu faham baru. Neoliberalisme atau faham liberal baru mengandung pengertian sebagai kebangkitan kembali faham liberal yang berbeda atau merupakan modifikasi dan faham liberal yang tradisional. Sebagaimana diketahui liberalisme mempunyai dua ciri pokok : kapitalisme pasar bebas dan hak-hak individu. Sebagai konsep yang lengkap liberalisme adalah suatu ideologi politik (dan ekonomi) yang tujuan utamanya adalah menyebarkan dan mempertahankan gagasan demokrasi konstitusional dengan membatasi peran pemerintah, kebebasan individu dan hak-hak asasi manusia (HAM). Menurut faham liberal kebebasan individu dan HAM merupakan instrumen yang hams ada untuk dapat hidup sebagai manusia yang baik. Jika liberalisme terutama dihubungkan dengan pemikiran politik yang berhubungan dengan demokrasi dan kebebasan maka neoliberal banyak ditafsirkan sebagai kembali dan menyebarnya salah satu aspek dari liberalisme klasik, yaitu liberalisme ekonomi, terutama pada aspek laissez-faire-nya. Laissez faire mengandung pengertian “leave alone” (biarkan sendiri), yaitu suatu kebijakan ekonomi yang didasarkan kepada kekuatan pasar yang tidak diregulasi untuk menghasilkan barang dan jasa. Produksi barang-barang akan menjamin pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja yang tinggi dan perdagangan internasional yang kompetitif (free trade). Dalam kebijakan sosial ia juga merujuk kepada keterlibatan negara yang minimal. Jadi menurut faham liberal klasik peran negara itu harus minimal, terbatas hanya untuk menjaga ketertiban umum dan pertahanan negara terhadap serangan dan luar. Liberalisme ekonomi (yang klasik) adalah suatu kepercayaan bahwa negara harus menghindari intervensi bidang ekonomi dan membiarkannya sedapat mungkin kepada individu individu pelaku bisnis berpartisipasi dalam pasar bebas yang mampu mengatur dirinya sendiri. Liberalisme ekonomi inilah yang sering digambarkan sebagai pendukung utama dan neoliberalisme.
Sebetulnya faham liberalisme klasik tidak pernah diterapkan sepenuhnya dalam kenyataan. Justruu di negara-negara yang menerapkan demokrasi liberal, terdapat kesadaran yang kuat bahwa untuk mencapai maksud dan tujuan dari liberalisme itu sendiri negara perlu berperan aktif dalam bidang ekonomi dengan membuat regulasi bagaimana pasar bekerja. Terutama yang berhubungan dengan aspek distributif kekayaan demi terciptanya persamaan dan kebaikan bidup bermasyarakat. Neoliberalisme adalah suatu kepercayaan bahwa tujuan negara adalah untuk melindungi individu, khususnya dunia usaha (bisnis), kebebasan dan hak-hak kepemilikan. Diluar ini peranan negara harus minimal. Karena itu negara harus melakukan privatisasi. Dengan privatisasi atau swastanisasi dimaksudkan adalah tindakan untuk mengurangi peran pemerintah, atau meningkatkan peranan dan sektor swasta, dalam kegiatan atau pun dalam pemilikan harta kekayaan (assets). Privatisasi, menurut faham ini merupakan kunci untuk pemerintahan yang lebih baik. Faham ini juga dapat diterapkan secara internasional dalam bentuk implementasi perdagangan dan pasar bebas. Faham neoliberal sangat percaya bahwa mekanisme pasar adalah cara yang optimal dalam mengorganisir barang dan jasa.
Perdagangan dan pasar bebas membebaskan potensi-potensi kreatif dan kewiraswastaan, dan karena itu menuju kearah kebebasan individu dan kesejahteraan serta efisiensi dalam alokasi sumberdaya. Bahkan ada para ahli yang mengatakan bahwa neoliberal merupakan ‘ideologi dominan yang membentuk tatanan dunia kita sekanang’, dan bahwa kita hidup ‘dalam abad neoliberalisme’ mendominasi makro ekonomi dan intervensi ekonomi negara tidak Menunut faham ini ekonomi moneter diharapkan, karena akan mengganggu logika pasar dan mengurangi efisiensi ekonomi. Faham ini mendukung perdagangan bebas secara internasional. Sebagai hasil dan implementasi dari faham ini, kekayaan dan kekuasaan tidak lagi berada di tangan pemerintah yang dipilih oleh rakyat melainkan pada kelompok-kelompok elite bisnis dan perusahaan-perusahaan multinasional. Berbeda dengan pandangannya terhadap peran negara, faham neoliberal mengakui peran dan masyarakat sipil sebagai entitas otonom yang terpisah dari ranah ekonomi dan negara. Masyarakat sipil bekerja sebagai mekanisme solidaritas sosial dan membangun modal sosial. Kelompok-kelompok masyarakat sipil harus dibiarkan berkembang dan akan berkembang jika tidak dihalangi oleh intervensi negara. Neoliberalisme bukanlah ideologi yang lengkap. Misalnya neoliberalisme tidak berbicara tentang demokrasi, yang berarti bahwa neoliberalisme dapat diterapkan di dalam negara otoriter ataupun di negara demokrasi. Bahkan adakalanya pendukung neoliberal skeptik dengan demokrasi terutama kalau demokrasi akan menghambat dunia bisnis dan reformasi neoliberal.
Sementara itu, kembali lagi ke demokrasi sosial; demokrasi sosial adalah suatu ideologi politik yang mulai berkembang sejak abad ke-19. Berbeda dengan sosialisme Marxist yang bermaksud menggantikan sistem kapitalisme dengan sosialisme secara menyeluruh melalui cara-cara yang revolusioner; faham demokrasi sosial melakukan reformasi terhadap kapitalisme untuk menghilangkan ketidakadilan yang ditimbulkannya dan berupaya mewujudkan sosialisme melalui cara-cara demokratis dan evolusi. Dengan perkataan lain demokrasi sosial dapat digambarkan sebagai gerakan ke kiri dan kapitalisme, dan ke kanan dari Marxisme. Berbeda dengan Marxisme, demokrasi sosial mengakui dan menerapkan adanya ekonomi pasar, tetapi di pihak lain terdapat kepercayaan baliwa demokrasi mampu menyelesaikan persoalan-persoalan yang muncul dan kapitalisme yang tidak dikendalikan. Kapitalisme dapat tetap dipertahankan dengan melakukan perbaikan-perbaikan. Misalnya dengan mengambil alih perusahaan-perusahaan besar menjadi perusahaan milik negara (BUMN), diselenggarakannya program- program sosial oleh negara seperti dalam bidang pendidikan, kesehatan, sistem jaminan sosial lainnya dan redistribusi kekayaan dengan mengenakan pajak yang tinggi atau pajak yang progresif terhadap dunia usaha. Sebagai sistem politik, demokrasi sosial adalah pemerintahan yang dipimpin oleh kelas pekerja (partai buruh, pantai sosialis demokrat, dan lain-lain yang serupa), tetapi bertindak tidak hanya untuk kepentingan kelas pekerja melainkan semua kelas termasuk kelas kapitalis-borjuis. Kaum kapitalis atau borjuis tidak dihapuskan melainkan dikenakan pajak untuk pelayanan yang harus diberikan kepada kelas pekeija. Demokrasi sosial juga mengembangkan persamaan politik bagi setiap kelas untuk mencapai tujuannya. Pemerintahan demokrasi sosial bekerja mengatur agar pasar atau bisnis agar tidak berkelebihan. Negara-negara yang menerapkan faham demokrasi sosial sering disebut sebagai “Negara kesejahteraan” (welfare state). Negara kesejahteraan ini mengandung gagasan bahwa kesejahteraan rakyat merupakan tanggung jawab yang paling utama dari negara. Ada tiga penafsiran mengenai penerapan dan negara kesejahteraan. Pertama, penyediaan pelayanan untuk kesejahteraan masyarakat oleh negara, karena tanggung jawab utama negara adalah kesejahteraan bagi warga negaranya. Kedua, tanggung jawab ini bersifat komprehensif, karena semua aspek dipertimbangkan. Karena itu, tugas menyediakan “Jaring pengaman” (safety net) atau standar pelayanan minimal saja tidak cukup. Tanggung jawab ini bersifat universal karena ia merupakan hak warga negara dan merupakan kewajiban negara untuk memenuhinya. Ketiga, Dalam prakteknya pelayanan ini tidak sepenuhnya dilakukan oleh negara, tetapi merupakan kombinasi dan pelayanan oleh negara, atau oleh perusahaan milik negara, perusahaan swasta yang diberi subsidi atau oleh organisasi-organisasi nirlaba.
Adanya pelayanan sosal dalam bidangpendidikan, kesehatan serta serta sistem jaminan sosial lainnya yang diberikan negara merupakan elemen utama dari negara kesejahteraan. Menurut faham demokrasi sosial (baru) sebagaimana dikemukakan oleh Anthony Giddens, negara dan masyarakat sipil harus bermitra, saling memberikan kemudahan, dan saling mengontrol. Negara mendorong pembaharuan komunitas dengan meningkatkan prakarsa lokal. Selanjutnya pemerintah melibatkan sektor ketiga, adanya perlindungan ruang publik lokal, pencegahan kejahatan dengan basis komunitas dan keluarga yang demokratis.Dalam prakteknya sekarang ini faham demokrasi sosial diwujudkan dalam bidang ekonomi, diwujudkan dalam berbagai kebijakan negara antara lain dalam bentuk: • Perekonomian campuran, di mana negara aktif mengatur bisnis terutama yang berhubungan dengan kepentingan kaum buruh atau pekerja. • Bisnis diberikan kesempatan untuk berkembang, akan tetapi beberapa aktivitas yang berhubungan dengan rakyat seperti dalam bidang pendidikan, kesehatan dilakukan oleh pemerintah atau disubsidi oleh pemerintah. • Adanya sistem jaminan sosial bagi untuk mencegah rakyat terjerumus dalam kemiskinan sebagai akibat kehilangan pekerjaan, jatuh sakit, pensiun dan sebagainya. • Pajak yang cukup tinggi atau pajak progresif. • Dalam perdagangan internasional mendukung prinsip-prinsip perdagangan yang adil (fair trade) daripada perdagangan bebas (free trade).

Manajemen Pemasaran

Jika menyinggung istilah tentang manajemen pemasaran, maka kita akan selalu menyinggung empat faktor utama yang sangat mempengaruhi jalannya suatu manajemen marketing. Ke-empat faktor tersebut diantaranya adalah harga, daerah pemasaran, kegiatan promosi atau pemasaran yang dilakukan oleh pihak perusahaan, dan faktor utama yang paling penting yaitu produk itu sendiri. Agar dapat terjadi penjualan yang optimal, maka diperlukan tata kelola manajemen pemasaran yang tepat pula. Untuk produk sendiri dibedakan atas dua hal yang mendasar, yaitu produk real yang siap dipasarkan seperti produksi mobil, handphone, makanan, minuman dan sebagainya. Kemudian jenis produk ke dua adalah berupa produk jasa, sebagai contoh dari produk jasa ini adalah produk pelayanan komunikasi, jasa perawatan badan seperti spa, dan masih banyak lagi.
Ulasan Mengenai Produk
Kemudian suatu produk jika ditinjau dari sudut pandang konsep yang dikemas, maka kiat akan mengenal produk dengan kategori produk dengan kualitas tinggi, produk jenis ini juga dapat dibilang dengan istilah produk yang memiliki klasifikasi fitur dengan disain unik, dan biasanya ditujukan untuk kalangan atas, sehingga wajar jika produk dengan konsep seperti ini dibandrol dengan harga diatas rata-rata dan biasanya manajemen pemasaran ditujukan untuk kalangan menengah ke atas. Jika kita membandingkan produksi mobil dari Jepang dengan produksi Eropa, maka akan terlihat jelas dari segi kualiats, sehingga hal ini menyebabkan adanya margin dari segi harga. Ada juga produk yang ditinjau dari sudut pandang konsep dimana dapat dikategorikan ke dalam kategori ‘me too’. Produk me too ini dapat didefinisikan sebagai produk yang menggunakan disain dari produk yang terlebih dahulu ada dipasaran dengan merek yang berbeda. Dengan kata lain produk me too dapat dikatakan sebagai produk jiplakan dari produk pendahulunya dengan disain yang agak beda sedikit. Sebagai contoh, produk minuman mineral ‘Aquades’ merupakan produk me too dari produk ‘Aqua’. Suatu perusahaan jika memproduksi produk me too, maka akan diperlukan usaha yang agak keras dalam pengelolaan manajemen pemasaran. Manajemen pemasaran untuk produk me too harus dilakukan dengan cermat agar produk me too dapat bersaing dengan produk dengan produk pendahulunya.
Kegiatan Promosi
Ketika suatu produk telah dilepas di pasaran maka tujuan utama pemasaran agar terjadinya penjualan adalah dengan adanya konsumen. Untuk merangkul konsumen agar mendukung terjadinya penjualan maka diperlukan juga manajemen pemasaran yang terorganisasi dengan baik. Salah satu manajemen pemasaran yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan kegiatan promosi. Promosi sendiri dapat didefinisikan sebagai daya upaya atau kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan untukmengenalkan produk kepada konsumen dengan tujuan utama untuk membujuk konsumen agar mendukung terjadinya transaksi penjualan. Dalam melakukan suatu promosi diperlukan strategi pemasaran yang optimal agar didapatkan hasil yang maksimal pula.
Dalam melakukan kegiatan promosi yang saat ini sedang ng-trend digunakan oleh kebanyakan perusahaan adalah dengan malakukan kombinasi teknik promosi yang terdiri atas penjualan yang dilakukan secara pribadi atau sering lebih dikenal dengan istilah ‘personal selling’, promosi yang dilakukan dengan cara melalui iklan yang dapat dilakukan baik dengan media elektronik da media cetak, promosi dengan jalan publikasi yang biasanya dilakukan pada event-event tertentu yang biasanya bersifat dapat mengkumpulkan masa yang besar, dan terakhir adalah promosi dengan cara door to door dimana hal ini lebih dikenal dengan istilah ‘sales promotion’.
Perencanaan Distribusi yang Tepat
Faktor lainnya yang perlu dipertimbangkan dalam merancang manajemen pemasaran adalah tak lain adalah dengan mempertimbangkan daerah atau place tempat produk yang akan dipasarkan. Dengan menimbang dan menganalisis tempat pemasaran, maka akan sangat membantu untuk menentukan strategi apa yang dipakai dalam proses pendistribusian. Dengan menggunakan distribusi yang benar, maka akan sangat membantu dalam menghemat biaya transportasi distribusi, sehingga akan sangat mempengaruhi keuntungan atau laba yang akan diperoleh oleh perushaan. Pada dasarnya terdapat tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam melakukan kegiatan distribusi agar dapat dilakukan dengan efisien. Ketiga faktor penting tersebut adalah distribusi yang sifatnya intensif, kemudian distribusi yang menggunakan metode eksklusif, serta terakhit type distribusi dengan menggunakan konsep selektif.
Distribusi dengan metode eksklusif, adalah distribusi yang sangat mementingkan gensi, kualitas dan prestisius. Biasanya type distribusi ini digunakan untuk manajemen pemasaran bagi perusahaan yang memang memiliki merek dagang yang cukup berkualitas tinggi. Sebagai contoh adalah distribusi yang hanya dilakukan untuk memilih outlet pemasaran yang hanya berada ditempat-tempat yang terpilih, tempat-tempat tersebut biasanya terletak di kawasan elite yang ramai dikunjungi oleh konsumen. Tempat-tempat yang dimaksud dapat berupa gerai took yang berada di mall, plaza, dan tempat elit lainnya. Pemilihan tempat-tempat terpilih ini guna mempertimbangkan untuk menjaga agar produk yang dipasarkan terkesan berkualiat tinggi dan memiliki prestisius yang tidak dimiliki oleh produk lainnya. Umumnya jika menggunakan metode ini, penjualan yang dihasilkan tidak bisa dicapai dengan hasil yang besar jika dinilai dari satu per satu tidak secara keseluruhan. Namun tetap menghasilkan keuntungan yang amat tinggi, karena harga produk yang ditawarkan memiliki manajemen dengan harga yang relatif tinggi dan stabil.
Kemudian type distribusi yang ke-dua adalah distribusi dengan menggunkan konsep selektif. Konsep distribusi ini hamper mirip jika dibandingkan dengan konsep distribusi dengan menggunakan konsep distribusi eksklusif. Namun cakupan dari distribusi selektif biasanya memiliki menajemen pemasaran yang lebih luas jika dibandingkan dengan distribusi dengan type eksklusif. Sebagai contoh untuk distribusi selektif adalah produk yang hanyak dipasarkan di tempat yang sudah terpilih, seperti indomart, alfamart, carefour, maka produk ini biasanya tidak dapat ditemukan di pasar tradisional. Konsep produksi ini biasanya banyak memilki kelemahannya jika dibandingkan dengan type distribusi lainnya. Namun poin positif yang akan didapatkan dengan mengadopsi distribusi selektif adalah terbantunya dalam mengontro harga, sehingga suatu produk akan berharga sekian rupiah dimanapun daerah produk itu dipasarkan selama pemasarannya berada pada outlet-outlet yang telah terpilih.
Terakhir adalah metode distribusi yang bersifat intensif, type distribusi ini biasanya akan memiliki pasar yang paling luas jika dibandingkan dengan metode distibusi lainnya baik distribusi dengan konsep eksklusif maupun distribusi dengan menggunakan metode selektif. Karena manajemen pemasaran produk akan meliputi pasar yang tidak pandang bulu, baik itu pasar tradisional, pasar menengah, pasar modern, atau bahkan pasar elelite yang hanya dapat terjangkau oleh kalangan tertentu. Kelemahan dari distribusi ini adalah tidak dapat mengontrol harga untuk dijadikan secara homogen. Misal untuk suatu produk yang sama namun karena dipasarkan pada dua tempat yang memiliki kualitas margin yang besar, maka harganya-pun juga akan berbeda.
Penetapan Harga atau Price
Penenetapan harga dari suatu produk merupakan hal yang sangat strategis untuk diperhatikan oleh suatu perusahaan. Jika menyinggung dengan harga dari suatu produk, maka biasanya akan sebanding dan sejalan dengan kualitas dari produk itu sendiri. Secara umum, biasanya jika harga suatu barang tinggi, maka hal itu disebabkan karena kualitas yang dimiliki dari suatu produk itu juga tinggi pula.Namun terkadang hal itu tidak berlaku jika konsumen jeli dalam memilih barang. Karena terkadang harga dari suatu barang mahal disebabkan oleh merek dari barang itu sendiri yang memang sudah diakui dipasaran.
Tidak semua orang atau konsumen memiliki argumen bahwa semakin bagus suatu produk maka akan memiliki harga yang tinggi. Beberapa konsumen menyakini bahwa harga murah bukan berarti kualitas rendah. Hal ini tentunya adalah sebuah peluang bagi suatu perusahaan yang baru dalam membidik segmen pasar tertentu. Dengan memanfaatkan argument tersebut, maka dengan pengelolaan manajemen pemasaran yang tepat sasaran, maka tidak menutup kemungkinan produk yang ditawarkan mampu bersaing di pasar.
Harga yang tinggi identik dengan menghasilkan keuntungan yang tinggi. Pernyataan ini memang layak untuk dibenarkan. Namun penetapan harga yang murah juga identik dengan keuntungan yang besar juga suatu pernyataan yang dapat dibenarkan. Sebagai contoh produk jasa dibidang telekomunikasi yang saat ini berlomba-lomba untuk menawarkan produk jasa yang dimiliki dengan kecenderungan bersaing dengan harga yang rendah. Contoh real operator CDMA menawarkann harga yang relatif murah dibandingkan dengan GSM. Dan GSM menawarkan produk jasa dengan harga yang relatif lebih mahal jika dibandingkan dengan operator CDMA tapi dengan kualitas pelayanan jaringan yang lebih baik. Denga kata lain, dalam memilih manajemen pemasaran harus disesuaikan dengan produk yang dimiliki. Kemudian dengan mampu menganalisis dan melihat kelebihan dari suatu produk, maka akan sangat membantu dalam menentukan manajemen pemasaran yang tepat terutama dari segi harga.
Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan yang dapat membantu untuk menentukan harga dari suatu produk dengan tepat agar dapat bersaing dipasaran dan menghasilkan keuntungan yang tinggi bagi perusahaan:
1. Sebaiknya menetapkan harga berdasarkan dari biaya produksi yang dikeluarkan oleh perusahaan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menganalisis biaya produksi suatu produk dapat meliputi; biaya pokok, biaya overhead dan biaya penunjang lainya. Dengan menganalisis biaya produksi dalam menentukan harga suatu produk, maka akan membatu perusahaan untuk terhindar dari jurang kerugian.
2. Menetapkan harga berdasarkan permintaan. Oleh karena itu sebelum menetapkan harga dari suatu produk ada baiknya perusahaan terlebih dahulu untuk melakukan riset seberapa besar tingkatan permintaan pasar terhadap produk yang akan dipasarkan. Manajemen pemasaran dalam hal ini akan memilki peran penting dalam menganalisis kebijakan ini. Semakin besar tinggi pertmintaan dari suatu produk, maka akan semakin tinggi kecenderungan harga yang akan dimiliki dari produk itu sendiri.
3. Menetapkan harga dari suatu produk dengan melihat harga persaingan yang ada di pasaran. Jika memungkinkan maka kenapa tidak membandrol harga dari suatu produk dibawah harga persaingan yang ada di market. Hal ini akan sangat membantu penjualan produk tersebut di pasar agar diburu oleh konsumen. Selain itu penetapan harga dari suatu produk juga dapat dilakukan dengan memasang dengan harga cantik. Misal jika keputusan perusahaan berniat menjual produk dengan harga dua ratus ribu rupiah, maka tidak ada salahnya dalam pemasarannya produk tersebut dijual dengan harga Rp 195.000,00. Percaya atau tidak permainan angka ini sangat mempengaruhi penjualan suatu produk untuk jangkan panjang dan dalam jumlah besar.(http://go-kerja.com/manajemen-pemasaran/)

EKONOMI KERAKYATAN DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI RAKYAT

Dalam konteks ilmu sosial, kata rakyat terdiri dari satuan individu pada umumnya atau jenis manusia kebanyakan. Kalau diterjemahkan dalam konteks ilmu ekonomi, maka rakyat adalah kumpulan kebanyakan individu dengan ragaan ekonomi yang relatif sama. Dainy Tara (2001) membuat perbedaan yang tegas antara ‘ekonomi rakyat’ dengan ‘ekonomi kerakyatan’. Menurutnya, ekonomi rakyat adalah satuan (usaha) yang mendominasi ragaan perekonomian rakyat. Sedangkan ekonomi kerakyatan lebih merupakan kata sifat, yakni upaya memberdayakan (kelompok atau satuan) ekonomi yang mendominasi struktur dunia usaha. Dalam ruang Indonesia, maka kata rakyat dalam konteks ilmu ekonomi selayaknya diterjemahkan sebagai kesatuan besar individu aktor ekonomi dengan jenis kegiatan usaha berskala kecil dalam permodalannya, sarana teknologi produksi yang sederhana, menejemen usaha yang belum bersistem, dan bentuk kepemilikan usaha secara pribadi. Karena kelompok usaha dengan karakteristik seperti inilah yang mendominasi struktur dunia usaha di Indonesia.

Ekonomi Kerakyatan dan Sistem Ekonomi Pasar
Ekonomi rakyat tumbuh secara natural karena adanya sejumlah potensi ekonomi disekelilingnya. Mulanya mereka tumbuh tanpa adanya insentif artifisial apapun, atau dengan kata lain hanya mengandalkan naluri usaha dan kelimpahan sumberdaya alam, sumberdaya manusia, serta peluang pasar. Perlu dipahami bahwa dalam ruang ekonomi nasional pun terdapat sejumlah aktor ekonomi (konglomerat) dengan bentuk usaha yang kontras dengan apa yang diragakan oleh sebagian besar pelaku ekonomi rakyat. Memiliki modal yang besar, mempunyai akses pasar yang luas, menguasai usaha dari hulu ke hilir, menguasai teknologi produksi dan menejemen usaha modern. Kenapa mereka tidak digolongkan juga dalam ekonomi kerakyatan?. Karena jumlahnya hanya sedikit sehingga tidak merupakan representasi dari kondisi ekonomi rakyat yang sebenarnya. Atau dengan kata lain, usaha ekonomi yang diragakan bernilai ekstrim terhadap totalitas ekonomi nasional. Golongan yang kedua ini biasanya (walaupun tidak semua) lebih banyak tumbuh karena mampu membangun partner usaha yang baik dengan penguasa sehingga memperoleh berbagai bentuk kemudahan usaha dan insentif serta proteksi bisnis. Mereka lahir dan berkembang dalam suatu sistem ekonomi yang selama ini lebih menekankan pada peran negara yang dikukuhkan (salah satunya) melalui pengontrolan perusahan swasta dengan rezim insentif yang memihak serta membangun hubungan istimewa dengan pengusaha-pengusaha yang besar yang melahirkan praktik-praktik anti persaingan.
Lahirnya sejumlah pengusaha besar (konglomerat) yang bukan merupakan hasil derivasi dari kemampuan menejemen bisnis yang baik menyebabkan fondasi ekonomi nasional yang dibangun berstruktur rapuh terhadap persaingan pasar. Mereka tidak bisa diandalkan untuk menopang perekonomian nasional dalam sistem ekonomi pasar. Padahal ekonomi pasar diperlukan untuk menentukan harga yang tepat (price right) untuk menentukan posisi tawar-menawar yang imbang. Saya perlu menggaris bawahi bahwa yang patut mendapat kesalahan terhadap kegagalan pembangunan ekonomi nasional selama regim orde baru adalah implementasi kebijakan pembangunan ekonomi nasional yang tidak tepat dalam sistem ekonomi pasar, bukan ekonomi pasar itu sendiri. Dalam pemahaman seperti ini, saya merasa kurang memiliki justifikasi empirik untuk mempertanyakan kembali sistem ekonomi pasar, lalu mencari suatu sistem dan paradigma baru di luar sistem ekonomi pasar untuk dirujuk dalam pembangunan ekonomi nasional. Bagi saya dunia “pasar” Adam Smith adalah suatu dunia yang indah dan adil untuk dibayangkan. Tapi sayangnya sangat sulit untuk diacu untuk mencapai keseimbangan dalam tatanan perekonomian nasional. Karena konsep “pasar” yang disodorkan oleh Adam Smit sesungguhnya tidak pernah ada dan tidak pernah akan ada. Namun demikian tidak harus diartikan bahwa konsep pasar Adam Smith yang relatif bersifat utopis ini harus diabaikan. Persepektif yang perlu dianut adalah bahwa keindahan, keadilan dan keseimbangan yang dibangun melalui mekanisme “pasar”nya Adam Smith adalah sesuatu yang harus diakui keberadaannya, minimal telah dibuktikan melalui suatu review teoritis. Yang perlu dilakukan adalah upaya untuk mendekati kondisi indah, adil, dan seimbang melalui berbagai regulasi pemerintah sebagai wujud intervensi yang berimbang dan kontekstual. Bukan sebaliknya membangun suatu format lain di luar “ekonomi pasar” untuk diacu dalam pembangunan ekonomi nasional, yang keberhasilannya masih mendapat tanda tanya besar atau minimal belum dapat dibuktikan melalui suatu kajian teoritis-empiris.
Mari kita membedah lebih jauh tentang konsep ekonomi kerakyatan. Pengalaman pembangunan ekonomi Indonesia yang dijalankan berdasarkan mekanisme pasar sering tidak berjalan dengan baik, khusunya sejak masa orde baru. Kegagalan pembangunan ekonomi yang diragakan berdasarkan mekanisme pasar ini antara lain karena kegagalan pasar itu sendiri, intervensi pemerintah yang tidak benar, tidak efektifnya pasar tersebut berjalan, dan adanya pengaruh eksternal. Kemudian sejak sidang istimewa (SI) 1998, dihasilkan suatu TAP MPR mengenai Demokrasi Ekonomi, yang antara lain berisikan tentang keberpihakan yang sangat kuat terhadap usaha kecil-menengah serta koperasi. Keputusan politik ini sebenarnya menandai suatu babak baru pembangunan ekonomi nasional dengan perspektif yang baru, di mana bangun ekonomi yang mendominasi regaan struktur ekonomi nasional mendapat tempat tersendiri. Komitmen pemerintah untuk mengurangi gap penguasaan aset ekonomi antara sebagian besar pelaku ekonomi di tingkat rakyat dan sebagian kecil pengusaha besar (konglomerat), perlu mendapat dukungan dari berbagai pihak. Hasil yang diharapkan adalah terciptanya struktur ekonomi yang berimbang antar pelaku ekonomi dalam negeri, demi mengamankan pencapaian target pertumbuhan (growth) (Gillis et al., 1987). Bahwa kegagalan kebijakan pembangunan ekonomi nasional masa orde baru dengan keberpihakan yang berlebihan terhadap kelompok pengusaha besar perlu diubah. Sudah saatnya dan cukup adil jika pengusaha kecil –menengah dan bangun usaha koperasi mendapat kesempatan secara ekonomi untuk berkembang sekaligus mengejar ketertinggalan yang selama ini mewarnai buruknya tampilan struktur ekonomi nasional. Sekali lagi, komitmen politik pemerintah ini perlu mendapat dukungan dari berbagai pihak. Hal yang masih kurang jelas dalam TAP MPR dimaksud adalah apakah perspektif pembangunan nasional dengan keberpihakan kepada usaha kecil-menengah dan koperasi ini masih dijalankan melalui mekanisme pasar? Dalam arti apakah intervensi pemerintah dalam bentuk keberpihakan kepada usaha kecil-menengah dan koperasi ini adalah benar-benar merupakan affirmative action untuk memperbaiki distorsi pasar yang selama ini terjadi karena bentuk campur tangan pemerintah dalam pasar yang tidak benar? Ataukah pemerintah mulai ragu dengan bekerjanya mekanisme pasar itu sendiri sehingga berupaya untuk meninggalkannya dan mencoba merujuk pada suatu mekanisme sistem ekonomi yang baru ?. Nampaknya kita semua berada pada pilahan yang dilematis. Mau meninggalkan mekanisme pasar dalam sistem ekonomi nasional, kita masih ragu-ragu, karena pengalaman keberhasilan pembangunan ekonomi negara-negara maju saat ini selalu merujuk pada bekerjanya mekanisme pasar. Mau merujuk pada bekerja suatu mekanisme yang baru (apapun namanya), dalam prakteknya belum ada satu negarapun yang cukup berpengalaman serta yang paling penting menunjukkan keberhasilan nyata, bahkan kita sendiri belum berpengalaman (ibarat membeli kucing dalam karung). Bukti keragu-raguan ini tercermin dalam TAP MPR hasil sidang istimewa itu sendiri, dimana demokrasi ekonomi nasional tidak semata-mata dijalankan dengan keberpihakan habis-habisan pada usaha kecil-menengah dan koperasi, tapi perusahaan swasta besar dan BUMN tetap mendapat tempat bahkan mempunyai peran yang sangat strategis.
Pengalaman pembangunan ekonomi nasional dengan kebijakan proteksi bagi kelompok industri tertentu (yang diasumsikan sebagai infant industry) dan diharapkan akan menjadi “lokomotif “ yang akan menarik gerbong ekonomi lainnya, pada akhirnya bermuara pada incapability dan inefficiency dari industri yang bersangkutan (contoh kebijakan pengembangan industri otomotif). Periode waktu yang telah ditetapkan untuk berkembang menjadi suatu bisnis yang besar dalam skala dan skop serta melibatkan sejumlah besar pelaku ekonomi di dalamnya, menjadi tidak bermakna saat dihadapkan pada kenyataan bahwa bisnis yang bersangkutan masih tetap berada pada level perkembangan “bayi”, karena dimanjakan oleh berbagai insentif dan berbagai bentuk proteksi.
Fungsi sosial dapat berjalan dengan baik dalam mekanisme pasar, jika ada intervensi pemerintah melalui perpajakan, instrumen distribusi kekayaan dan pendapatan, sistem jaminan sosial, sistem perburuhan, dsb. Ini yang namanya affirmative action yang terarah oleh pemerintah dalam mekanisme pasar (Bandingkan dengan pendapat Anggito Abimanyu, 2000).
Jadi yang salah selama ini bukan mekanisme pasar, tetapi kurang adanya affirmative action yang jelas oleh pemerintah demi menjamin bekerjanya mekanisme pasar. Yang disebut dengan affirmative action seharusnya lebih dutujukkan pada disadvantage group (sebagian besar rakyat kecil), bukan sebaliknya pada konglomerat. Kalau begitu logikanya, maka kurang ada justifikasi logis yang jelas untuk mengabaikan bekerjanya mekanisme pasar dalam mendukung keberhasilan pembangunan ekonomi nasional. Apalagi dengan merujuk pada suatu mekanisme sistem ekonomi yang baru. Ini sama artinya dengan “sakit di kaki, kepala yang dipenggal”. Bagi saya, harganya terlalu mahal bagi rakyat jika kita mencoba-coba dengan sesuatu yang tidak pasti. Pada saat yang sama, rakyat sudah terlalu lama menunggu dengan penuh pengorbanan, untuk melihat keberhasilan pembangunan ekonomi nasional yang dapat dinikmati secara bersama.

Ekonomi Kerakyatan dan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat
Perlu digarisbawahi bahwa ekonomi kerakyatan tidak bisa hanya sekedar komitmen politik untuk merubah kecenderungan dalam sistem ekonomi orde baru yang amat membela kaum pengusaha besar khususnya para konglomerat. Perubahan itu hendaknya dilaksanakan dengan benar-benar memberi perhatian utama kepada rakyat kecil lewat program-program operasional yang nyata dan mampu merangsang kegiatan ekonomi produktif di tingkat rakyat sekaligus memupuk jiwa kewirausahaan. Tidak dapat disangkal bahwa membangun ekonomi kerakyatan membutuhkan adanya komitmen politik (political will), tetapi menyamakan ekonomi kerakyatan dengan praktek membagi-bagi uang kepada rakyat kecil (saya tidak membuat penilaian terhadap sistem JPS), adalah sesuatu kekeliruan besar dalam perspektif ekonomi kerakyatan yang benar. Praktek membagi-bagi uang kepada rakyat kecil sangat tidak menguntungkan pihak manapun, termasuk rakyat kecil sendiri (Bandingkan dengan pendapat Ignas Kleden, 2000). Pendekatan seperti ini jelas sangat berbeda dengan apa yang dimaksud dengan affirmative action. Aksi membagi-bagi uang secara tidak sadar menyebabkan usaha kecil-menengah dan koperasi yang selama ini tidak berdaya untuk bersaing dalam suatu mekanisme pasar, menjadi sangat tergantung pada aksi dimaksud. Sebenarnya yang harus ada pada tangan obyek affirmative action adalah kesempatan untuk berkembang dalam suatu mekanisme pasar yang sehat, bukan cash money/cash material. Jika pemahaman ini tidak dibangun sejak awal, maka saya khawatir cerita keberpihakan yang salah selama masa orde baru kembali akan terulang. Tidak terjadi proses pendewasaan (maturity) dalam ragaan bisnis usaha kecil-menengah dan koperasi yang menjadi target affirmative action policy. Bahkan sangat mungkin terjadi suatu proses yang bersifat counter-productive, karena asumsi awal yang dianut adalah usaha kecil-menengah dan koperasi yang merupakan ciri ekonomi kerakyatan Indonesia tumbuh secara natural karena adanya sejumlah potensi ekonomi disekelilingnya. Mulanya mereka tumbuh tanpa adanya insentif artifisial apapun, atau dengan kata lain hanya mengandalkan naluri usaha dan kelimpahan sumberdaya alam, sumberdaya manusia, serta peluang pasar. Modal dasar yang dimiliki inilah yang seharusnya ditumbuhkembangkan dalam suatu mekanisme pasar yang sehat. Bukan sebaliknya ditiadakan dengan menciptakan ketergantungan model baru pada kebijakan keberpihakan dimaksud.
Selanjutnya, pemerintah harus mempunyai ancangan yang pasti tentang kapan seharusnya pemerintah mengurangi bentuk campur tangan dalam affirmative action policynya, untuk mendorong ekonomi kerakyatan berkembang secara sehat. Oleh karena itu, diperlukan adanya kajian ekonomi yang akurat tentang timing dan process di mana pemerintah harus mengurangi bentuk keberpihakannya pada usaha kecil-menengah dan koperasi dalam pembangunan ekonomi rakyat. Isu ini perlu mendapat perhatian tersendiri, karena sampai saat ini masih banyak pihak (di luar UKM dan Koperasi) yang memanfaatkan momen keberpihakan pemerintah ini sebagai free-rider. Justru kelompok ini yang enggan mendorong adanya proses phasing-out untuk mengkerasi mekanisme pasar yang sehat dalam rangka mendorong keberhasilan program ekonomi kerakyatan. Kita semua masih mengarahkan seluruh energi untuk mendukung program keberpihakan pemerintah pada UKM dan koperasi sesuai dengan tuntutan TAP MPR. Tapi kita lupa bahwa ada tahapan lainnya yang penting dalam program keberpihakan dimaksud, yaitu phasing-out process yang harus pula dipersiapkan sejak awal. Kalau tidak, maka sekali lagi kita akan mengulangi kegagalan yang sama seperti apa yang terjadi selama masa pemerintahan terdahulu.