Profesor Thomas Meyer menyatakan bahwa terdapat tiga kekuatan ideologi yang berpengaruh besar dalam pembentukan tatanan politik baik nasional ataupun internasional. Ketiga ideologi tersebut adalah: fundamentalisme, libertarianisme dan demokrasi sosial. Fundamentalisme adalah sebuah ide yang berangkat dari penggunaan keyakinan relijius untuk menciptakan tujuan politik tertentu yang sifatnya tertutup secara politik, sosial dan ideologi. Biasanya sifatnya radikal dan seringkali menghalalkan penggunaan kekerasan. Bagaimanapun juga, fundamentalisme melekat dalam setiap peradaban manusia. Fundamentalisme ini dapat diredam melalui instrumen demokrasi yang menjamin partisipasi seluruh kelompok masyarakat. Berbeda dengan fundamentalisme, libertarianisme dan demokrasi sosial sama-sama berakar pada tradisi liberalisme. Liberalisme ini berkembang dengan pesat pada abad pertengahan sampai dengan abad ke-17. Liberalisme sangat mempercayai pluralitas dan menempatkan individu sebagai aktor utama. Pada abad ke-18 terjadi perpecahan di tubuh liberalisme dan munculah paham libertarianisme dan demokrasi sosial. Perpecahan ini muncul karena adanya perbedaan pendapat mengenai konsep penanganan pasar. Perpecahan semakin membesar pada abad ke-20 berkenaan dengan terjadinya beberapa revolusi dan perang. Libertarianisme berpendapat pasar yang ideal adalah pasar yang bebas tanpa ada intervensi dari pemerintah dan kebebasan atas kepemilikan pribadi. Libertarianisme sangat antipati terhadap konsep power yang terkonsentrasi karena mengacu pada pernyataan Lord Acton bahwa “Power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely”. Pembatasan kekuasaan negara ini juga ditujukan untuk perlindungan hak-hak individu dan warga negara dari tekanan represi pemerintah. Mengenai dasar filosofi pasar bebas, Boaz menyatakan bahwa untuk bertahan dan berkembang individu membutuhkan aktivitas ekonomi.
Pasar bebas merupakan perwujudan dari sistem ekonomi yang menekankan pada kebebasan individu untuk menciptakan kekayaan. Bila diharuskan untuk menyebutkan kriteria public goods, maka libertarianisme hanya mengakui aspek-aspek yang berada di bawah kontrol pemerintah sebagai wujud public goods, yaitu pertahanan nasional, serta hukum dan perangkat regulasi yang berfungsi melindungi hak-hak asasi manusia. Ide libertarianisme ini ditolak oleh demokrasi sosial. Demokrasi sosial berpendapat bahwa perlindungan hak asasi manusia dan sistem demokrasi yang menjamin keterwakilan saja tidak cukup. Pasar yang bebas harus berada di bawah visible hand, yaitu kontrol pemerintah. Kontrol pemerintah ini diperlukan untuk menjamin adanya pemerataan distribusi kebutuhan manusia yang adil. Pasar yang tidak terkontrol dikhawatirkan justru hanya semakin memperkaya individu yang kaya, dan semakin memurukkan kalangan miskin. Kenyataan ini pada akhirnya akan mengalienasi individu dari keterlibatannyadi politik, yang berarti menghambat pelaksanaan dan perlindungan HAM terhadap individu. Untuk memastikan adanya pendistribusian yang merata, demokrasi sosial berpendapat bahwa harus terdapat barang atau jasa yang sifatnya penting yang dengan mudah dapat diperoleh oleh setiap individu. Konsep barang dan jasa ini disebut dengan public goods. Konsep public goods adalah salah satu karakter yang membedakan libertarianisme dengan demokrasi sosial. Libertarianisme menjadi paham yang paling berpengaruh dalam skala nasional ataupun internasional, terutama karena sifatnya yang radikal. Berada di kutub yang berlawanan dengan kutub otoritarianisme membuat libertarianisme menjadi lebih populer dibandingkan demokrasi sosial terutama di masa transisi.
Pendapat ini dapat menimbulkan permasalahan besar, mengingat masyarakat yang otoriter cenderung tidak siap untuk melakukan perubahan radikal yang berdampak pada semakin meningginya pengganguran karena adanya privatisasi dan pasar bebas. Pada awalnya konsep public goods hanya dapat diterapkan pada lingkup nasional atau di dalam negara saja. Arus globalisasi yang menghapuskan batasan antarnegara, telah membuat pasar bebas yang dianut oleh libertarianisme semakin liar. Masyarakat dari negara-negara miskin semakin terpuruk dengan adanya privatisasi, persaingan yang tidak seimbang, dan yang semakin menjauhkan masyarakat dari barang dan jasa (goods) yang mereka perlukan untuk hidup. Perkembangan menunjuk ke suatu faham baru. Neoliberalisme atau faham liberal baru mengandung pengertian sebagai kebangkitan kembali faham liberal yang berbeda atau merupakan modifikasi dan faham liberal yang tradisional. Sebagaimana diketahui liberalisme mempunyai dua ciri pokok : kapitalisme pasar bebas dan hak-hak individu. Sebagai konsep yang lengkap liberalisme adalah suatu ideologi politik (dan ekonomi) yang tujuan utamanya adalah menyebarkan dan mempertahankan gagasan demokrasi konstitusional dengan membatasi peran pemerintah, kebebasan individu dan hak-hak asasi manusia (HAM). Menurut faham liberal kebebasan individu dan HAM merupakan instrumen yang hams ada untuk dapat hidup sebagai manusia yang baik. Jika liberalisme terutama dihubungkan dengan pemikiran politik yang berhubungan dengan demokrasi dan kebebasan maka neoliberal banyak ditafsirkan sebagai kembali dan menyebarnya salah satu aspek dari liberalisme klasik, yaitu liberalisme ekonomi, terutama pada aspek laissez-faire-nya. Laissez faire mengandung pengertian “leave alone” (biarkan sendiri), yaitu suatu kebijakan ekonomi yang didasarkan kepada kekuatan pasar yang tidak diregulasi untuk menghasilkan barang dan jasa. Produksi barang-barang akan menjamin pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja yang tinggi dan perdagangan internasional yang kompetitif (free trade). Dalam kebijakan sosial ia juga merujuk kepada keterlibatan negara yang minimal. Jadi menurut faham liberal klasik peran negara itu harus minimal, terbatas hanya untuk menjaga ketertiban umum dan pertahanan negara terhadap serangan dan luar. Liberalisme ekonomi (yang klasik) adalah suatu kepercayaan bahwa negara harus menghindari intervensi bidang ekonomi dan membiarkannya sedapat mungkin kepada individu individu pelaku bisnis berpartisipasi dalam pasar bebas yang mampu mengatur dirinya sendiri. Liberalisme ekonomi inilah yang sering digambarkan sebagai pendukung utama dan neoliberalisme.
Sebetulnya faham liberalisme klasik tidak pernah diterapkan sepenuhnya dalam kenyataan. Justruu di negara-negara yang menerapkan demokrasi liberal, terdapat kesadaran yang kuat bahwa untuk mencapai maksud dan tujuan dari liberalisme itu sendiri negara perlu berperan aktif dalam bidang ekonomi dengan membuat regulasi bagaimana pasar bekerja. Terutama yang berhubungan dengan aspek distributif kekayaan demi terciptanya persamaan dan kebaikan bidup bermasyarakat. Neoliberalisme adalah suatu kepercayaan bahwa tujuan negara adalah untuk melindungi individu, khususnya dunia usaha (bisnis), kebebasan dan hak-hak kepemilikan. Diluar ini peranan negara harus minimal. Karena itu negara harus melakukan privatisasi. Dengan privatisasi atau swastanisasi dimaksudkan adalah tindakan untuk mengurangi peran pemerintah, atau meningkatkan peranan dan sektor swasta, dalam kegiatan atau pun dalam pemilikan harta kekayaan (assets). Privatisasi, menurut faham ini merupakan kunci untuk pemerintahan yang lebih baik. Faham ini juga dapat diterapkan secara internasional dalam bentuk implementasi perdagangan dan pasar bebas. Faham neoliberal sangat percaya bahwa mekanisme pasar adalah cara yang optimal dalam mengorganisir barang dan jasa.
Perdagangan dan pasar bebas membebaskan potensi-potensi kreatif dan kewiraswastaan, dan karena itu menuju kearah kebebasan individu dan kesejahteraan serta efisiensi dalam alokasi sumberdaya. Bahkan ada para ahli yang mengatakan bahwa neoliberal merupakan ‘ideologi dominan yang membentuk tatanan dunia kita sekanang’, dan bahwa kita hidup ‘dalam abad neoliberalisme’ mendominasi makro ekonomi dan intervensi ekonomi negara tidak Menunut faham ini ekonomi moneter diharapkan, karena akan mengganggu logika pasar dan mengurangi efisiensi ekonomi. Faham ini mendukung perdagangan bebas secara internasional. Sebagai hasil dan implementasi dari faham ini, kekayaan dan kekuasaan tidak lagi berada di tangan pemerintah yang dipilih oleh rakyat melainkan pada kelompok-kelompok elite bisnis dan perusahaan-perusahaan multinasional. Berbeda dengan pandangannya terhadap peran negara, faham neoliberal mengakui peran dan masyarakat sipil sebagai entitas otonom yang terpisah dari ranah ekonomi dan negara. Masyarakat sipil bekerja sebagai mekanisme solidaritas sosial dan membangun modal sosial. Kelompok-kelompok masyarakat sipil harus dibiarkan berkembang dan akan berkembang jika tidak dihalangi oleh intervensi negara. Neoliberalisme bukanlah ideologi yang lengkap. Misalnya neoliberalisme tidak berbicara tentang demokrasi, yang berarti bahwa neoliberalisme dapat diterapkan di dalam negara otoriter ataupun di negara demokrasi. Bahkan adakalanya pendukung neoliberal skeptik dengan demokrasi terutama kalau demokrasi akan menghambat dunia bisnis dan reformasi neoliberal.
Sementara itu, kembali lagi ke demokrasi sosial; demokrasi sosial adalah suatu ideologi politik yang mulai berkembang sejak abad ke-19. Berbeda dengan sosialisme Marxist yang bermaksud menggantikan sistem kapitalisme dengan sosialisme secara menyeluruh melalui cara-cara yang revolusioner; faham demokrasi sosial melakukan reformasi terhadap kapitalisme untuk menghilangkan ketidakadilan yang ditimbulkannya dan berupaya mewujudkan sosialisme melalui cara-cara demokratis dan evolusi. Dengan perkataan lain demokrasi sosial dapat digambarkan sebagai gerakan ke kiri dan kapitalisme, dan ke kanan dari Marxisme. Berbeda dengan Marxisme, demokrasi sosial mengakui dan menerapkan adanya ekonomi pasar, tetapi di pihak lain terdapat kepercayaan baliwa demokrasi mampu menyelesaikan persoalan-persoalan yang muncul dan kapitalisme yang tidak dikendalikan. Kapitalisme dapat tetap dipertahankan dengan melakukan perbaikan-perbaikan. Misalnya dengan mengambil alih perusahaan-perusahaan besar menjadi perusahaan milik negara (BUMN), diselenggarakannya program- program sosial oleh negara seperti dalam bidang pendidikan, kesehatan, sistem jaminan sosial lainnya dan redistribusi kekayaan dengan mengenakan pajak yang tinggi atau pajak yang progresif terhadap dunia usaha. Sebagai sistem politik, demokrasi sosial adalah pemerintahan yang dipimpin oleh kelas pekerja (partai buruh, pantai sosialis demokrat, dan lain-lain yang serupa), tetapi bertindak tidak hanya untuk kepentingan kelas pekerja melainkan semua kelas termasuk kelas kapitalis-borjuis. Kaum kapitalis atau borjuis tidak dihapuskan melainkan dikenakan pajak untuk pelayanan yang harus diberikan kepada kelas pekeija. Demokrasi sosial juga mengembangkan persamaan politik bagi setiap kelas untuk mencapai tujuannya. Pemerintahan demokrasi sosial bekerja mengatur agar pasar atau bisnis agar tidak berkelebihan. Negara-negara yang menerapkan faham demokrasi sosial sering disebut sebagai “Negara kesejahteraan” (welfare state). Negara kesejahteraan ini mengandung gagasan bahwa kesejahteraan rakyat merupakan tanggung jawab yang paling utama dari negara. Ada tiga penafsiran mengenai penerapan dan negara kesejahteraan. Pertama, penyediaan pelayanan untuk kesejahteraan masyarakat oleh negara, karena tanggung jawab utama negara adalah kesejahteraan bagi warga negaranya. Kedua, tanggung jawab ini bersifat komprehensif, karena semua aspek dipertimbangkan. Karena itu, tugas menyediakan “Jaring pengaman” (safety net) atau standar pelayanan minimal saja tidak cukup. Tanggung jawab ini bersifat universal karena ia merupakan hak warga negara dan merupakan kewajiban negara untuk memenuhinya. Ketiga, Dalam prakteknya pelayanan ini tidak sepenuhnya dilakukan oleh negara, tetapi merupakan kombinasi dan pelayanan oleh negara, atau oleh perusahaan milik negara, perusahaan swasta yang diberi subsidi atau oleh organisasi-organisasi nirlaba.
Adanya pelayanan sosal dalam bidangpendidikan, kesehatan serta serta sistem jaminan sosial lainnya yang diberikan negara merupakan elemen utama dari negara kesejahteraan. Menurut faham demokrasi sosial (baru) sebagaimana dikemukakan oleh Anthony Giddens, negara dan masyarakat sipil harus bermitra, saling memberikan kemudahan, dan saling mengontrol. Negara mendorong pembaharuan komunitas dengan meningkatkan prakarsa lokal. Selanjutnya pemerintah melibatkan sektor ketiga, adanya perlindungan ruang publik lokal, pencegahan kejahatan dengan basis komunitas dan keluarga yang demokratis.Dalam prakteknya sekarang ini faham demokrasi sosial diwujudkan dalam bidang ekonomi, diwujudkan dalam berbagai kebijakan negara antara lain dalam bentuk: • Perekonomian campuran, di mana negara aktif mengatur bisnis terutama yang berhubungan dengan kepentingan kaum buruh atau pekerja. • Bisnis diberikan kesempatan untuk berkembang, akan tetapi beberapa aktivitas yang berhubungan dengan rakyat seperti dalam bidang pendidikan, kesehatan dilakukan oleh pemerintah atau disubsidi oleh pemerintah. • Adanya sistem jaminan sosial bagi untuk mencegah rakyat terjerumus dalam kemiskinan sebagai akibat kehilangan pekerjaan, jatuh sakit, pensiun dan sebagainya. • Pajak yang cukup tinggi atau pajak progresif. • Dalam perdagangan internasional mendukung prinsip-prinsip perdagangan yang adil (fair trade) daripada perdagangan bebas (free trade).
Pasar bebas merupakan perwujudan dari sistem ekonomi yang menekankan pada kebebasan individu untuk menciptakan kekayaan. Bila diharuskan untuk menyebutkan kriteria public goods, maka libertarianisme hanya mengakui aspek-aspek yang berada di bawah kontrol pemerintah sebagai wujud public goods, yaitu pertahanan nasional, serta hukum dan perangkat regulasi yang berfungsi melindungi hak-hak asasi manusia. Ide libertarianisme ini ditolak oleh demokrasi sosial. Demokrasi sosial berpendapat bahwa perlindungan hak asasi manusia dan sistem demokrasi yang menjamin keterwakilan saja tidak cukup. Pasar yang bebas harus berada di bawah visible hand, yaitu kontrol pemerintah. Kontrol pemerintah ini diperlukan untuk menjamin adanya pemerataan distribusi kebutuhan manusia yang adil. Pasar yang tidak terkontrol dikhawatirkan justru hanya semakin memperkaya individu yang kaya, dan semakin memurukkan kalangan miskin. Kenyataan ini pada akhirnya akan mengalienasi individu dari keterlibatannyadi politik, yang berarti menghambat pelaksanaan dan perlindungan HAM terhadap individu. Untuk memastikan adanya pendistribusian yang merata, demokrasi sosial berpendapat bahwa harus terdapat barang atau jasa yang sifatnya penting yang dengan mudah dapat diperoleh oleh setiap individu. Konsep barang dan jasa ini disebut dengan public goods. Konsep public goods adalah salah satu karakter yang membedakan libertarianisme dengan demokrasi sosial. Libertarianisme menjadi paham yang paling berpengaruh dalam skala nasional ataupun internasional, terutama karena sifatnya yang radikal. Berada di kutub yang berlawanan dengan kutub otoritarianisme membuat libertarianisme menjadi lebih populer dibandingkan demokrasi sosial terutama di masa transisi.
Pendapat ini dapat menimbulkan permasalahan besar, mengingat masyarakat yang otoriter cenderung tidak siap untuk melakukan perubahan radikal yang berdampak pada semakin meningginya pengganguran karena adanya privatisasi dan pasar bebas. Pada awalnya konsep public goods hanya dapat diterapkan pada lingkup nasional atau di dalam negara saja. Arus globalisasi yang menghapuskan batasan antarnegara, telah membuat pasar bebas yang dianut oleh libertarianisme semakin liar. Masyarakat dari negara-negara miskin semakin terpuruk dengan adanya privatisasi, persaingan yang tidak seimbang, dan yang semakin menjauhkan masyarakat dari barang dan jasa (goods) yang mereka perlukan untuk hidup. Perkembangan menunjuk ke suatu faham baru. Neoliberalisme atau faham liberal baru mengandung pengertian sebagai kebangkitan kembali faham liberal yang berbeda atau merupakan modifikasi dan faham liberal yang tradisional. Sebagaimana diketahui liberalisme mempunyai dua ciri pokok : kapitalisme pasar bebas dan hak-hak individu. Sebagai konsep yang lengkap liberalisme adalah suatu ideologi politik (dan ekonomi) yang tujuan utamanya adalah menyebarkan dan mempertahankan gagasan demokrasi konstitusional dengan membatasi peran pemerintah, kebebasan individu dan hak-hak asasi manusia (HAM). Menurut faham liberal kebebasan individu dan HAM merupakan instrumen yang hams ada untuk dapat hidup sebagai manusia yang baik. Jika liberalisme terutama dihubungkan dengan pemikiran politik yang berhubungan dengan demokrasi dan kebebasan maka neoliberal banyak ditafsirkan sebagai kembali dan menyebarnya salah satu aspek dari liberalisme klasik, yaitu liberalisme ekonomi, terutama pada aspek laissez-faire-nya. Laissez faire mengandung pengertian “leave alone” (biarkan sendiri), yaitu suatu kebijakan ekonomi yang didasarkan kepada kekuatan pasar yang tidak diregulasi untuk menghasilkan barang dan jasa. Produksi barang-barang akan menjamin pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja yang tinggi dan perdagangan internasional yang kompetitif (free trade). Dalam kebijakan sosial ia juga merujuk kepada keterlibatan negara yang minimal. Jadi menurut faham liberal klasik peran negara itu harus minimal, terbatas hanya untuk menjaga ketertiban umum dan pertahanan negara terhadap serangan dan luar. Liberalisme ekonomi (yang klasik) adalah suatu kepercayaan bahwa negara harus menghindari intervensi bidang ekonomi dan membiarkannya sedapat mungkin kepada individu individu pelaku bisnis berpartisipasi dalam pasar bebas yang mampu mengatur dirinya sendiri. Liberalisme ekonomi inilah yang sering digambarkan sebagai pendukung utama dan neoliberalisme.
Sebetulnya faham liberalisme klasik tidak pernah diterapkan sepenuhnya dalam kenyataan. Justruu di negara-negara yang menerapkan demokrasi liberal, terdapat kesadaran yang kuat bahwa untuk mencapai maksud dan tujuan dari liberalisme itu sendiri negara perlu berperan aktif dalam bidang ekonomi dengan membuat regulasi bagaimana pasar bekerja. Terutama yang berhubungan dengan aspek distributif kekayaan demi terciptanya persamaan dan kebaikan bidup bermasyarakat. Neoliberalisme adalah suatu kepercayaan bahwa tujuan negara adalah untuk melindungi individu, khususnya dunia usaha (bisnis), kebebasan dan hak-hak kepemilikan. Diluar ini peranan negara harus minimal. Karena itu negara harus melakukan privatisasi. Dengan privatisasi atau swastanisasi dimaksudkan adalah tindakan untuk mengurangi peran pemerintah, atau meningkatkan peranan dan sektor swasta, dalam kegiatan atau pun dalam pemilikan harta kekayaan (assets). Privatisasi, menurut faham ini merupakan kunci untuk pemerintahan yang lebih baik. Faham ini juga dapat diterapkan secara internasional dalam bentuk implementasi perdagangan dan pasar bebas. Faham neoliberal sangat percaya bahwa mekanisme pasar adalah cara yang optimal dalam mengorganisir barang dan jasa.
Perdagangan dan pasar bebas membebaskan potensi-potensi kreatif dan kewiraswastaan, dan karena itu menuju kearah kebebasan individu dan kesejahteraan serta efisiensi dalam alokasi sumberdaya. Bahkan ada para ahli yang mengatakan bahwa neoliberal merupakan ‘ideologi dominan yang membentuk tatanan dunia kita sekanang’, dan bahwa kita hidup ‘dalam abad neoliberalisme’ mendominasi makro ekonomi dan intervensi ekonomi negara tidak Menunut faham ini ekonomi moneter diharapkan, karena akan mengganggu logika pasar dan mengurangi efisiensi ekonomi. Faham ini mendukung perdagangan bebas secara internasional. Sebagai hasil dan implementasi dari faham ini, kekayaan dan kekuasaan tidak lagi berada di tangan pemerintah yang dipilih oleh rakyat melainkan pada kelompok-kelompok elite bisnis dan perusahaan-perusahaan multinasional. Berbeda dengan pandangannya terhadap peran negara, faham neoliberal mengakui peran dan masyarakat sipil sebagai entitas otonom yang terpisah dari ranah ekonomi dan negara. Masyarakat sipil bekerja sebagai mekanisme solidaritas sosial dan membangun modal sosial. Kelompok-kelompok masyarakat sipil harus dibiarkan berkembang dan akan berkembang jika tidak dihalangi oleh intervensi negara. Neoliberalisme bukanlah ideologi yang lengkap. Misalnya neoliberalisme tidak berbicara tentang demokrasi, yang berarti bahwa neoliberalisme dapat diterapkan di dalam negara otoriter ataupun di negara demokrasi. Bahkan adakalanya pendukung neoliberal skeptik dengan demokrasi terutama kalau demokrasi akan menghambat dunia bisnis dan reformasi neoliberal.
Sementara itu, kembali lagi ke demokrasi sosial; demokrasi sosial adalah suatu ideologi politik yang mulai berkembang sejak abad ke-19. Berbeda dengan sosialisme Marxist yang bermaksud menggantikan sistem kapitalisme dengan sosialisme secara menyeluruh melalui cara-cara yang revolusioner; faham demokrasi sosial melakukan reformasi terhadap kapitalisme untuk menghilangkan ketidakadilan yang ditimbulkannya dan berupaya mewujudkan sosialisme melalui cara-cara demokratis dan evolusi. Dengan perkataan lain demokrasi sosial dapat digambarkan sebagai gerakan ke kiri dan kapitalisme, dan ke kanan dari Marxisme. Berbeda dengan Marxisme, demokrasi sosial mengakui dan menerapkan adanya ekonomi pasar, tetapi di pihak lain terdapat kepercayaan baliwa demokrasi mampu menyelesaikan persoalan-persoalan yang muncul dan kapitalisme yang tidak dikendalikan. Kapitalisme dapat tetap dipertahankan dengan melakukan perbaikan-perbaikan. Misalnya dengan mengambil alih perusahaan-perusahaan besar menjadi perusahaan milik negara (BUMN), diselenggarakannya program- program sosial oleh negara seperti dalam bidang pendidikan, kesehatan, sistem jaminan sosial lainnya dan redistribusi kekayaan dengan mengenakan pajak yang tinggi atau pajak yang progresif terhadap dunia usaha. Sebagai sistem politik, demokrasi sosial adalah pemerintahan yang dipimpin oleh kelas pekerja (partai buruh, pantai sosialis demokrat, dan lain-lain yang serupa), tetapi bertindak tidak hanya untuk kepentingan kelas pekerja melainkan semua kelas termasuk kelas kapitalis-borjuis. Kaum kapitalis atau borjuis tidak dihapuskan melainkan dikenakan pajak untuk pelayanan yang harus diberikan kepada kelas pekeija. Demokrasi sosial juga mengembangkan persamaan politik bagi setiap kelas untuk mencapai tujuannya. Pemerintahan demokrasi sosial bekerja mengatur agar pasar atau bisnis agar tidak berkelebihan. Negara-negara yang menerapkan faham demokrasi sosial sering disebut sebagai “Negara kesejahteraan” (welfare state). Negara kesejahteraan ini mengandung gagasan bahwa kesejahteraan rakyat merupakan tanggung jawab yang paling utama dari negara. Ada tiga penafsiran mengenai penerapan dan negara kesejahteraan. Pertama, penyediaan pelayanan untuk kesejahteraan masyarakat oleh negara, karena tanggung jawab utama negara adalah kesejahteraan bagi warga negaranya. Kedua, tanggung jawab ini bersifat komprehensif, karena semua aspek dipertimbangkan. Karena itu, tugas menyediakan “Jaring pengaman” (safety net) atau standar pelayanan minimal saja tidak cukup. Tanggung jawab ini bersifat universal karena ia merupakan hak warga negara dan merupakan kewajiban negara untuk memenuhinya. Ketiga, Dalam prakteknya pelayanan ini tidak sepenuhnya dilakukan oleh negara, tetapi merupakan kombinasi dan pelayanan oleh negara, atau oleh perusahaan milik negara, perusahaan swasta yang diberi subsidi atau oleh organisasi-organisasi nirlaba.
Adanya pelayanan sosal dalam bidangpendidikan, kesehatan serta serta sistem jaminan sosial lainnya yang diberikan negara merupakan elemen utama dari negara kesejahteraan. Menurut faham demokrasi sosial (baru) sebagaimana dikemukakan oleh Anthony Giddens, negara dan masyarakat sipil harus bermitra, saling memberikan kemudahan, dan saling mengontrol. Negara mendorong pembaharuan komunitas dengan meningkatkan prakarsa lokal. Selanjutnya pemerintah melibatkan sektor ketiga, adanya perlindungan ruang publik lokal, pencegahan kejahatan dengan basis komunitas dan keluarga yang demokratis.Dalam prakteknya sekarang ini faham demokrasi sosial diwujudkan dalam bidang ekonomi, diwujudkan dalam berbagai kebijakan negara antara lain dalam bentuk: • Perekonomian campuran, di mana negara aktif mengatur bisnis terutama yang berhubungan dengan kepentingan kaum buruh atau pekerja. • Bisnis diberikan kesempatan untuk berkembang, akan tetapi beberapa aktivitas yang berhubungan dengan rakyat seperti dalam bidang pendidikan, kesehatan dilakukan oleh pemerintah atau disubsidi oleh pemerintah. • Adanya sistem jaminan sosial bagi untuk mencegah rakyat terjerumus dalam kemiskinan sebagai akibat kehilangan pekerjaan, jatuh sakit, pensiun dan sebagainya. • Pajak yang cukup tinggi atau pajak progresif. • Dalam perdagangan internasional mendukung prinsip-prinsip perdagangan yang adil (fair trade) daripada perdagangan bebas (free trade).